MUSI BANYUASIN,Lintasmuratara.id – Aktivitas penambangan galian C berupa tanah urug yang diduga tidak mengantongi izin resmi terus beroperasi secara terbuka di wilayah Kelurahan Babat Toman, Kecamatan Babat Toman, Kabupaten Musi Banyuasin (Muba). Ironisnya, kegiatan tersebut berlangsung di jalur strategis Jalan Lintas Sekayu–Lubuk Linggau tanpa terlihat adanya tindakan tegas dari aparat penegak hukum maupun instansi teknis terkait.
Pantauan tim liputan di lapangan pada Senin, 1 Desember 2025, menunjukkan sedikitnya dua unit alat berat jenis excavator berwarna biru muda dan oranye aktif mengeruk tanah. Sementara itu, puluhan truk pengangkut tampak mengantre untuk memuat material tanah urug, lalu hilir-mudik melintasi jalan utama. Skala operasi yang masif ini mengindikasikan volume produksi tinggi dan potensi perputaran uang besar dari aktivitas yang kuat dugaan melanggar hukum.
Kegiatan tersebut diduga melanggar sejumlah ketentuan perundang-undangan, di antaranya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan.
Namun hingga kini, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Muba dinilai belum menunjukkan langkah konkret untuk menghentikan dan mengkaji potensi kerusakan lingkungan yang ditimbulkan. Padahal, secara regulasi, DLH memiliki kewenangan dan kewajiban melakukan penghentian kegiatan tambang ilegal serta menyusun kajian dampak lingkungan.
Hal serupa juga ditujukan kepada Polres Muba, yang dinilai belum menjalankan fungsi penegakan hukum secara maksimal. Aktivitas yang diduga ilegal ini seolah berjalan tanpa hambatan, memunculkan kesan adanya pembiaran. Padahal, pembiaran terhadap pertambangan ilegal bukan hanya menyangkut pelanggaran administratif, tetapi juga berpotensi menjadi kejahatan lingkungan dan kejahatan ekonomi yang merugikan negara dan masyarakat.
Sejumlah warga sekitar mengaku resah dengan dampak yang ditimbulkan, khususnya ceceran tanah di badan jalan yang dinilai membahayakan keselamatan pengguna jalan dan berpotensi besar memicu kecelakaan lalu lintas.
Lebih jauh, seorang pekerja di lokasi yang bertugas mencatat keluar-masuk kendaraan secara terbuka menyebut sosok yang diduga sebagai pemilik dan pengelola tambang tersebut, dan sosok ini juga juga pernah hangat
menjadi topik pemberitaan di beberapa media terkait adanya dugaan terlibat dalam praktek ilegal drilling di beberapa lokasi di Muba.
“Milik Peyek Babat, Kak. Alias Kak Fery Oktariadi,” ujarnya kepada tim investigasi pada Senin (1/12/2025).
Pekerja itu juga mengungkapkan bahwa harga jual tanah urug mencapai Rp150.000 per satu mobil truk, menegaskan besarnya potensi keuntungan ekonomi dari praktik yang diduga ilegal ini.
Untuk keberimbangan berita Tim Liputan meminta konfirmasi kepada pihak yang yang disebut-sebut pekerja sebagai pengelola dan sekaligus pemilik Galian C tersebut melalui pesan singkat WhatsAppnya pada Kamis (4/12/2025), namun hingga berita ini di rilis, Senin (8/12/2025) yang bersangkutan tidak memberikan keterangan apapun.
Publik kini menanti sikap tegas Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin, khususnya DLH Muba dan Polres Muba, untuk segera turun tangan. Pembiaran berkepanjangan hanya akan memperparah kerusakan lingkungan, mengancam keselamatan masyarakat, dan meruntuhkan wibawa hukum di daerah.
Penegakan hukum tidak boleh kalah oleh kepentingan ekonomi segelintir pihak.
"(Ak87/Tim )".
